Dampak kami, suara mereka

Membangun harapan dan mewujudkan mimpi di tengah pandemi

Bagi dua orang alumni pelatihan toko aplikasi ILO, pandemi COVID-19 membuka peluang baru untuk mewujudkan impian mereka melalui aplikasi digital.

Feature | Jakarta, Indonesia | 19 November 2020
Andi Ayu Rahayu, 41 tahun, dengan terampil meracik kopi robusta Siantar bergula aren cair tanpa susu. Ini merupakan salah satu menu kopi andalan “Historic Coffee House” yang ia miliki dan kelola bersama dengan mitra usahanya di kawasan Jakarta Selatan sejak Januari lalu. “Saya sudah mulai terbiasa dengan usaha daring ini dan ternyata mudah dikelola,” ujar Ayu

Andi Ayu Rahayu dan Difa Stefanie dengan aplikasi mereka
Sementara di Bekasi, Jawa Barat, Difa Stefanie, 33 tahun, terlihat sibuk menyempurnakan aplikasi yang mendorong minat baca anak bernama “Jelajah Negeri”. “Melalui aplikasi ini, para orang tua dapat ikut melihat kemajuan anak-anak mereka,” kisahnya.

Ayu dan Difa merupakan dua orang alumni pelatihan ILO mengenai aplikasi toko daring yang dilakukan bersama dengan Clevio Coder Camp selama bulan Mei dan Agustus yang menjangkau 624 peserta. Mereka berdua pun merupakan dua dari 10 peserta yang terpilih mengikuti pendampingan bisnis lanjutan selama dua bulan pada September dan Oktober untuk semakin memperkuat usaha daring yang sedang mereka bangun.

Program pelatihan dan pendampingan bisnis ini merupakan bagian dari Proyek Perempuan dalam STEM ILO, yang bertujuan membantu perempuan memperoleh pekerjaan yang berkualitas dan mendorong kemajuan karier mereka, terutama terkait dengan teknologi informasi.

Membangun usaha daring ramah pelanggan

Andi Ayu Rahayu dengan kedai kopinya
Sebelum membuka usaha kedai kopi, Ayu bergelut sebagai jasa profesional industri makanan dan minuman selama 15 tahun. Namun pembatasan selama pandemi COVID-19 mengguncang kelangsungan kedai kopinya yang menjadi tempat berkumpul para pelancong internasional dan komunitas lari.

Karenanya tanpa ragu ia mendaftarkan diri mengikuti pelatihan aplikasi toko daring gelombang ke-5 pada Juli lalu. Guna mempertahankan kedai kopinya, ia menyadari harus mulai merambah ke aplikasi daring. “Saya sebenarnya gagap teknologi,” ungkap anak kedua dari empat bersaudara ini.

Dengan memiliki dan mengelola usaha daring saya sendiri, saya juga bebas menentukan bentuk kreativitas dan promosi untuk menarik lebih banyak pelanggan."

Andi Ayu Rahayu
Pendampingan usaha yang intensif dan peorangan ini semakin memantapkan Ayu untuk mewujudkan aplikasi penjualan kopi yang ramah pelanggan. Ia pun diperkenalkan dengan sebuah model bisnis, Business Model Canvas, yang memetakan sembilan elemen inti bisnis seperti segmen pelanggan, struktur biaya, pemasaran dan aktivitas kunci lainnya.

Ia pun mempelajari keuntungan dan kerugian menjalin kerja sama dengan platform dagang daring yang sudah ada. Keuntungannya Ayu tidak perlu repot membuat aplikasi daring sendiri, namun ia harus siap menerima potongan penjualan 20 persen dan tidak memiliki akses terhadap data transaksi dan pelanggan.

“Ini hal baru untuk saya. Saya bahkan tidak bisa sekedar mengucapkan terima kasih kepada para pelanggan padahal mereka merupakan bagian penting dari usaha saya ini,” ungkapnya.

Kini ia semakin mantap untuk menekuni usaha daring ini dan semakin mempertajam keahliannya mengenai teknis promosi dan manajemen daring. “Dengan memiliki dan mengelola usaha daring saya sendiri, saya juga bebas menentukan bentuk kreativitas dan promosi untuk menarik lebih banyak pelanggan.”

Menumbuhkan minat baca anak secara daring

Difa Stefanie
Saat Difa mengikuti pelatihan toko aplikasi daring gelombang ke-6 pada Agustus lalu, ia baru saja satu minggu dirumahkan oleh yayasan tempatnya bekerja. Yayasan ini bergiat di bidang peningkatan minat baca anak dan remaja melalui, di antaranya, perpustakaan keliling dan komunitas.

Namun saat pandemi COVID-19, banyak aktivitas yayasan yang terhenti karena adanya pembatasan dan pelarangan interaksi langsung. Ini mengakibatkan yayasan harus merumahkan sejumlah pekerjanya, termasuk Difa.

Aplikasi ini juga akan menantang anak-anak untuk membuat cerita dengan kata-kata mereka sendiri berdasarkan satu kalimat yang disodorkan... Saya benar-benar dapat memanfaatkan waktu dengan efektif dan yakin apa yang sedan saya lakukan ini bermanfaat untuk masa depan"

Difa Stefanie
“Saya tertarik untuk mengikuti pelatihan ini karena sejak dulu saya berkeinginan untuk membuat aplikasi yang mendorong minat baca secara digital,” kisah lulusan sarjana Ilmu Keperawatan ini.

Pesatnya perkembangan teknologi dan semakin banyaknya anak-anak yang tenggelam dalam beragam permainan daring dan melupakan buku membuatnya semakin yakin mengikuti pelatihan tersebut.

Selama pendampingan bisnis, Difa berupaya menyempurnakan konsep gamifikasi dalam aplikasi “Jelajah Negeri” ini. Untuk menarik perhatian anak-anak, ia memberikan sejumlah pertanyaan yang harus dijawab setelah selesai membaca sebuah buku. Ia pun membuat permainan yang mengajak anak-anak memadukan potongan-potongan cerita.

“Aplikasi ini juga akan menantang anak-anak untuk membuat cerita dengan kata-kata mereka sendiri berdasarkan satu kalimat yang disodorkan,” ia menambahkan.

Kesibukannya menyempurnakan aplikasi ini pun membuat Difa semakin merasa yakin dengan minatnya terhadap dunia membaca dan anak-anak, serta menjadikan aplikasi ini sebagai sumber kehidupannya.

“Saya jadi tidak merasa seperti pengangguran. Saya benar-benar dapat memanfaatkan waktu dengan efektif dan yakin apa yang sedan saya lakukan ini bermanfaat untuk masa depan,” ungkap Difa dengan penuh harapan.

Program Kesiapan dan Pengembangan Angkatan Kerja Perempuan dalam STEM (2017-2020) didanai oleh J.P. Morgan Chase Foundation berupaya memberikan kaum perempuan di Thailand, Indonesia dan Filipina dengan pelatihan keterampilan non-teknis dan teknis terkait STEM, kemampuan kerja dan kepemimpinan.